Kamis, 08 September 2011

Makmeugang

Oleh: Iqbal Gubey
Sumber: Harian Aceh, 03 Juli 2011

Pelaksanaan makmeugang atau urau meugang sudah turun temurun dilaksanakan oleh semua lapisan masyarakat Aceh. Makmeugang dilaksanakan 3 kali dalam setahun yaitu meugang puasa, meugang urau raya puasa, dan meugang urau raya haji. Penamaan hari makmeugang itu berasal dari kata gang dalam Bahasa Aceh berarti pasar, di mana dalamnya terdapat penjual daging. Dan makmu, ada istilah yang sering diucapkan orang Aceh adalah makmu that gang nyan (makmur sekali pasar itu). Maka jadilah kata tersebut makmeugang.
Menjelang puasa kali ini Samin bersikeras untuk pulang ke kampung dan menikmati makmuegang bersama keluarganya. Meskipun usahanya di perantaunya sedang naik daun, tetap ditinggalkan Samin. Setahun lalu, kepadatan jadwal kuliahnya membuat Samin yang pernah menginjak kaki di Unsyiah tidak bisa pulang. Ia begitu kecewa. Di kamar kosya, ia menangis tersedu-sedu. Begitu pilu rasanya, jika mengingat kisah itu membuat hatinya geli dan giginya ngilu. Memang makmeungang ada nilai tersendiri bagi Samin.
Makmeugang sangat penting untuk diperingati, menghormati hari besar islam, mewujudkan kehagiaan karena telah mencari rezeki selama 11 bulan, dan untuk perbaikan gizi,” ujar Samin kepada Soleh yang sudah seminggu lalu dipersiapkan untuk
pulang untuk memperbaiki gizinya.
Selepas magrib Samin duduk di pos jaga bersama Bang Kasem, beliau mengeluh karena datangnya  urau meugang. “Tau sendirilah Min, setiap pengantin baru memang harus membawa pulang raga (keranjang) ke rumah mertuanya. Di dalam raga itu biasanya diisi daging, gula, susu, sirup, lemang, dan bahan-bahan pelengkap lainnya.” Sambungnya lagi, “uang serupiah pun tak ada, menggantung diri pada togel memang tidak ada kejelasan sama sekali.” “Padahal dalam tradisi Aceh, membawa pulang daging makmeugang wujud menghormati mertua dan  sudah menjadi adat orang Aceh” Bang Kasem menutup pembicaraan.
Samin mengingatkan kepada emaknya, bahwa makmeugang itu adalah hari bersedekah. Lihatlah kepada tetangga-tetangga sekitar, mungkin ada anak-anak yatim atau fakir miskin yang tidak sanggup membeli daging. Betapa sedih bilamana mereka hanya mencium aroma yang keluar dari dapur kita. Jika memang daging itu tidak cukup untuk membuat kenduri kecil-kecilan, potong saja ayam asalkan mereka juga ikut bahagia bersama kita.

0 komentar:

Posting Komentar