Sabtu, 23 Juni 2012

Metalika

Oleh Rahmat Rohadi
Malam itu gelap, kelam. Sebab listrik padam dan bulan tidak menampakan dirinya. Aku, dan kawan-kawan di teras rumah sedang mendengarkan cerita dari seorang tetangga, cerita semasa ia muda. Namanya Sukiahadi, tapi kerap disebut Pak Kia.
***
Konon dua puluh tahun silam, Pak Kia bekerja sebagai sopir labi-labi. Waktu itu, dia mempunyai seorang penumpang langganan seorang gadis cantik berkulit putih, dan berambut pirang. Namanya Metalika. Metalika yang lebih akrab disapa Meta oleh teman temannya itu adalah seorang mahasiswa di Akademi Kebidanan dalam kotanya.
Meta memiliki wajah ayu, anggun, dan peramah. Hal itu membuat banyak lelaki muda tergila-gila padanya. Hampir setiap pemuda yang mengenalnya ingin menjadikan Meta sebagai pacar mereka. Akan tetapi, Meta selalu tak mau, sebab ia beralasan masih ingin serius kuliah dulu. Namun, bagi Pak Kia, Meta tidaklah lebih seorang perempuan mata keranjang, yang selalu melihat lelaki dari dompetnya.
Suatu hari, Pak Kia merasakan seperti ada yang kekurangan. Gadis ayu, yang biasanya setiap hari duduk di dekatnya dan selalu bergurau dengannya itu, tidak kelihatan lagi. Pak Kia bertanya pada seorang  teman Meta, yang kebetulan juga langganannya. “Adik, hari ini Meta kok gak ikut?” tanya Pak Kia. Singkat saja seraya mencocorkan kata bahwa, “Meta sekarang di penjara.” Lalu, Pak Kia menambah pertanyaan, “Kenapa?” temannya itu senyum senyam, dan berujar, “Biasalah masalah lelaki.”
Air mata mengalir di pipinya, suaranya terisak-isak, dan tersedu-sedan. Meta tak pernah membayangkan akan terjadi seperti ini, jika ia memainkan perasaan lelaki. Sekarang Meta sadar dengan semua kejadian yang telah menimpanya itu. Apa hendak dikata, sudah terlambat untuk Meta. Hukuman telah dijatuhkan, yaitu 6 tahun penjara. Dia berkata pada Pak Kia yang datang menengoknya di tahanan. “Bang, maaf jika ada kesalahanku selama ini, ya!” Pak  Kia tersenyum kecil, dan menganggukkan kepalanya. Lalu Meta melanjutkan kronologis kejadiannya.
Malam itu, malam minggu. Meta sedang bersiap siap ingin pergi malam mingguan dengan Agus pacarnya. Setelah Isya, Meta dijemput oleh Agus. Kemudian mereka terus melaju dengan duduk berbonceng mesra. Tiba tiba, di persimpangan jalan mereka dihadang oleh seorang pemuda yang bertubuh tinggi besar. Tanpa ada kata, pemuda bernama Roni ini langsung menerjang Agus. Kala itu, terjadilah perkelahian hebat antara Agus dan Roni. Meta menjerit minta tolong dengan tangisnya.
Roni adalah seorang anak saudagar kaya, dan berkuliah di Fakultas Kedokteran. Ternyata, dia juga pacar Meta. Roni marah. Dia emosi melihat Agus berani membonceng pacar yang sangat dicintainya. Malam itu, Meta tak tahu kalau Roni juga bakal menjemputnya. Karena yang Meta ketahui Roni sedang keluar kota untuk berlibur dengan keluarganya.
Roni tergeletak, wajahnya tampak digelumuri darah. Tak sengaja, demi memnyelamatkan diri, Agus memukul kepala Roni dengan sebongkah batu, sehingga Roni terpaksa menghembuskan nafas terakhir, hanya karena seorang perempuan yang telah mempermainkannya.
Meta dan Agus dibawa ke kantor polisi. Sementara Roni, dia dipulangkan ke rumah orang tuanya untuk dilaksanakan fardhu kifayah atasnya. Setelah melaksanakan proses persidangan, Meta mendapatkan jatah hukuman selama 6 tahun penjara, dan Agus selama 15 belas tahun penjara.
Berselang dua hari, setelah Pak Kia menengoknya di tahanan, terdengar kabar bahwa Meta sudah hengkang dari dunia ini. Meta bunuh diri, sebab ia malu pada keluarganya, orang tuanya, teman temannya, dan pada semuanya. Pak Kia merasakan sesuatu yang berbeda, sedih, gundah dan kecewa, acapkali Meta memberi semangat untuknya, dan Pak Kia juga sudah menganggap Meta seperti saudaranya. Tak enak rasa karena berita itu, Pak Kia mendatangi tempat penahanan Meta untuk menanyakan kepastian berita itu. Dia makin sedih, pilu dan balau saat mengetahui bahwa berita itu benar.
***
Listrik pun hidup. Kami yang hanyut dalam cerita Pak Kia, semua kembali tersenyum. Lalu, lelaki yang umurnya hampir mencapai enam puluh tahun itu menambahkan kata kata nasihat untuk kami. Katanya, janganlah karena seorang pacar sampai merusak diri, ingat pacar bukanlah segalanya, dan jodoh kita ada pada Rabbi. Lepas itu, dia pun mengajak ke rencana awal kami, yang tertunda karena mati lampu, yaitu memasak mie dengan kepiting.  
Baet, 30 Mei 2012 

0 komentar:

Posting Komentar