Kamis, 08 September 2011

Lebaran, Kawin

Oleh: Makmur Dimila
Sumber: Harian Aceh 6 September 2011

Dalam setengah dekade terakhir, mungkin juga tahun-tahun sebelumnya, hari raya bukan saja untuk bermaaf-maafan atau dan bersilaturrahmi. Oleh kebanyakan orang Aceh menyelanya dengan menggelar pesta perkawinan, selain bertamasya atau meuramien. Demikian amatan Je.
Dipantaunya hingga ke sekian kali. Terakhir di hari kelima Idul Fitri 1432 H dimana Je memayungi pengantin pria: pamannya! Dan dia senang. Karena “paham” orang Aceh, pria lajang yang memayungi linto baro kemungkinan besar akan menyusul lelaki yang dipayunginya itu, terlepas dari rahasia Tuhan. Karenanya, kemarin Je sangat bahagia dengan berharap demikian.
Namun, ia sedikit jengkel. Pikirlah! Seumur-umurnya baru hari itu ia melihat perempuan yang mencuci piring saat walimah ursy atau preh linto. Mereka paruh baya. Duduk melingkari bak dengan dua bagian dari batang pisang dan dialasi terpal karet. Je tercengang melihatnya, ke mana laki-laki di kampung itu? Biasanya yang mencuci piring para lelaki; gantian muda, dewasa, dan tua. “Emansipasi wanita,” komentar seseorang. “Persamaan gender.”
Ah, tepiskan soal itu. Malamnya, Je bincang-bincang dengan tetua kampung. Kenapa (sebagian) orang Aceh mesti kali menikah atau dan berkawin di hari raya? Dijawablah tetua bergigi dua, pertama sekali, sudah mentradisi: lebaran adalah musim kawin.
Kedua, faktor famili. Hari raya sanak keluarga berkumpul atau reuni, setelah pulang entah dari mana-mana. Juga warga, baik dari kampung dara baro maupun linto baro sudah lebih banyak dari biasanya, sehingga kedua pihak mendapat bala bantuan jika mau membesarkan akad resmi dua sejoli itu.
Selanjutnya, menurut tetua bergigi dua itu, kawin saat lebaran itu mengasikkan, menyenangkan, dan heboh! Lebih-lebih di malam pertama, oh, jangan bilang siapa-siapa nikmatnya. “Haha, lebay chit Ureueng Tuha nyoe,” batin Je.
Lalu, ke depannya, bagaimana? Ya teruskan saja tradisi itu, sambungnya. Toh banyak positifnya juga. Maka asal lebaran tiba, hampir di seluruh penjuru Aceh—mungkin juga di luarnya—akan ada pesta pernikahan dan perkawinan. Asal lebaran, kawin. Begitu juga rencana Je kelak.

0 komentar:

Posting Komentar