Kamis, 22 September 2011

Filosofi Warna

Oleh: Nazar Shaha Alam
Sumber: Harian Aceh, 22 September 2011

Terkadang, tak jarang, ada manusia yang memiliki warna kesukaan atau warna favoritnya. Biasanya mereka akan berfilosofi sendiri atas warna-warna yang dipilihnya. Bisa jadi seseorang memilih warna tertentu karena suka melihatnya semata, bisa jadi karena memiliki satu kenangan yang indah dengan warna tersebut, bisa jadi pula karena ikut-ikutan filosofi orang.
Perihal warna, genk Apache juga mempunyai tabiat memfavoritkannya. Mereka masing-masing memiliki warna kesukaan. Maksum yang tampan dan penulis itu, misalnya, ia memfavoritkan warna merah muda. Ketika Samaun yang berbadan besar dan pembingung bertanya mengapa, Maksum menjawab, karena warna merah muda identik dengan perawan. Usut punya usut, rupanya penulis tampan itu sedang memadu kasih dengan perawan berwajah menawan.
Anjali dalam tersipu mengatakan bahwa warna favoritnya adalah biru. Alasannya karena warna itu akan memberikan kedamaian pada yang memandang, seperti memandang hampar langit yang luas, katanya sambil menunjuk langit. Semua awak genk Apache turun dari jambo jaga, menatap langit, menatap Anjali. Ah, langit mendung begitu kok dikatakan biru? Rupanya Anjali memang sedang tidak fokus berbicara sebab baru saja pulang dari panti rehabilitasi karena diduga hampir gila sebab putus cinta.
Samaun menyukai warna hijau, itu semua karena ia pernah diberikan sebuah buku bersampul hijau oleh seorang gadis yang disukainya. Sangking terkenangnya ia pada mantan perempuan yang tak pernah membalas cintanya itu ia masih menyimpan buku itu dan memberikannya nama dengan”si hijau”. Maka sejak itu pula Samaun mulai sering terlihat berbaju hijau dan apapun barang yang dibelinya adalah berwarna hijau. Hijau menurutnya adalah warna yang mampu memberikan ketenangan pikiran, seperti memandang padang yang luas.
Pengko yang tampan menyukai warna putih. Ini memang sejalan dengan wajah dan hatinya yang  putih bersih. Ia beralasan, warna putih itu identik dengan kesucian dan rentan dengan kebaikan. Maka ketika mamanya bertanya warna mobil pilihan, ia menjawab warna putih saja. Semua atribut dan aksesorisnya berwarna putih, kecuali baju klub sepakbolanya, yaitu Barcelona.
Syakir menyukai warna Jingga, sebab kekasih hatinya bernama Jingga. Setelah cintanya bersambut, Syakir mulai memakai segala jenis keperluannya dengan warna jingga. Ia membeli baju warna jingga, kawat gigi jingga, celana jingga, baju dan celana dalam jingga, kaos kaki jingga, semua jingga. Bahkan sejak itu pula, dengan sengaja ia membeli kue bolu berwarna jingga. Jingga menurutnya warna cinta. Padahal jelas-jelas warna merah muda lah yang berfilosofi sebagai lambang cinta.
Begitulah, hingga pada saat mereka dihadapkan dengan pemilihan partai, mereka memilih partai sesuai warna yang mereka sukai. Tak peduli itu partai yang baik atau jelas-jelas tidak baik. Pemilihan warnalah yang menentukan partai itu disukai dari segi tampilan, bukan isi di dalamnya. Ternyata memang benar, orang kita masih saja menilai buku dari sampulnya.
Tiba-tiba Pengko ingat Wak Lah, bujang lapuk itu menyukai warna ungu. Alasannya karena warna itu identik dengan janda. Wak Lah adalah seorang lelaki yang suka sekali pada janda. Nanti ia ingin memilih partai berwarna ungu saja demi membela para janda.

0 komentar:

Posting Komentar