Karya Rahmat Kembali Rohadi
Seolah aku berada pada dua tahun
yang lalu. Hidup penuh warna-warni cinta, dan kebahagiaan yang tiada tara.
Bertemankan para pemimpi, serta taman hati diisi oleh bunga jelita jelmaan itu.
Ini kehidupan baruku, bagai jiplakan hidup di masa lalu.
Pilu menjauh, resah berjarak, dan
duka menghilang dari dekapan jiwa. Aku tak lagi berselimutkan sepi. Semangat
menciptakan masa depan yang cerah, menendangku untuk bergerak melawan
kemalasan. Cita dan cinta murni, datang kembali menemani hariku. Dengan sepenggal
keinginan, aku menjadi lebih gigih menjamu peluang kesuksesan.
Perpisahan demi perpisahan dengan
gadis yang kucintai, telah merobohkan segala mimpi. Kisah demi kisah pilu itu,
merupakan kutu pengganggu ketentramanku berpikir. Lebih lagi maut yang memaksa,
bukan sekedar berganti status saja, tapi pergi dari dunia untuk selamanya. Dan
kala itu, aku bak meraba dalam kelam.
Hari ini segala dan segalanya
berubah. Awan hitam yang mengulum pandangku, sirna. Bebatuan besar yang
mengunci langkahku untuk maju, semua terpental jauh-jauh. Angin malam yang
memagut kemalasan di tubuh, kini berganti menjadi pagutan motivasi yang teramat
sangat. Semua itu merupakan buah dari pertemuanku dengan gadis jelmaan itu.
***
Empat hari sebelum berjumpa hari
ini, seorang gadis berkulit putih terlihat menawan. Lama aku memperhatikannya.
Lelah mengingat, letih mengenang, dan lama berpikir tentang wajah dan sifat
gadis itu. Seakan aku mengenal, tapi kapan? Dia memang sudah berkenalan
denganku beberapa waktu lalu. Tapi, saat itu aku bukan melihat dirinya, namun
ada sosok seseorang lain dalam dirinya. Namun, siapa?
Demikian lamat-lamat aku
memandangnya, semakin mendalam penasaranku. Dengan semburan senyumnya, dengan
keramahannya, dan dengan kecantikan yang meronanya, aku merindu. Tapi, aku tak
tahu pada siapa aku merindu.
Gadis itu pergi. Dia tak ada lagi
di dekatku. Katanya padaku, hanya sekejab saja. Pun begitu, dirinya menyatu
dengan pikirku.
Siapa dia? Darimana dia? Dan apa
pula tujuannya malam itu? Aku sudah tahu. Akan tetapi, dia tetap parasit untuk
konsentrasiku. Lalu, kenapa denganku? Mungkinkah aku jatuh cinta padanya?
Entahlah.
Aku tidak mencintainya. Dia
temanku, dia milik temanku, dan aku hanya ingin menjadikannya sebagai temanku.
Namun, kenapa dia menghantuiku? Apakah aku harus menjadi pagar yang makan
tanaman?
Setengah jam lebih bayangnya
terpatri. Cara demi cara kulakukan untuk melenyapkan, sayangnya aku gagal. Erat
sangat dirinya melekat di benakku.
Dia kembali. Dari kejauhan
senyumnya memancar bagai manisan madu. Lenggang lenggoknya mengingatkanku pada
seseorang. Ya, seseorang gadisku dulu, gadis yang dipisahkan Tuhan sebab
kerinduan_Nya, dan Tuhan ingin melepaskan gadisku dari lilitan marabahaya dosa.
Ternyata dia membawa gadisku dalam
dirinya. Aku baru menyadarinya. Pantas saja tingkah dan ulahku berbeda. Sebab
dia jelmaan gadis yang sangat kucintai. Sudah lama aku merindu, dan rinduku tak
bertepi.
Kini dia di dekatku, tepat di
depanku. Aku tak sanggup lagi menantang dua bola matanya. Rasa malu, bahagia,
dan ceria, berbaur menjadi keraguan. Namun, dia terus memandangku. Matanya
tiada berkedip, dan senyumnya jua tak henti. Aku gerogi. Aku malu, bahkan
sangat malu.
Tiba-tiba, seorang lelaki
menghampirinya. Lelaki itu membawa gadis jelmaan bersama dirinya. Aku bingung.
Dia adalah pacar temanku, dan lelaki itu..? Bukan, lelaki itu bukan temanku.
Ah, mungkin lelaki itu adalah selingkuhannya, atau apalah. Aku tak peduli. Yang
kutahu, aku mencintai bayang yang ada dalam dirinya, bukan dia.
Sejak itu, aku lebih sering
berkomunikasi dengannya. Dia menceritakan banyak hal tentang dirinya. Mulai
dari cerita asmaranya, cerita keluarganya dan cerita tentang perkuliahannya.
Aku juga melakukan hal yang sama.
Dari ceritanya, aku mengetahui
bahwa gadis jelmaan itu bukan lagi milik temanku. Mereka sudah berpisah tiga
bulan yang lalu. Perbedaan budaya, adat dan latar, mengharuskan mereka untuk
mengakhiri hubungan. Dan dengan sergap dan cepat, aku menyambut dirinya sebagai
permaisuriku.
***
Semangatku telah pulang. Bersebab
dirinya yang menjelma bayangan seseorang. Bayang itu adalah bayang gadis yang
pernah kusayang. Dua tahun lalu, gadisku yang malang telah pergi untuk
selamanya dari jangkauan pandang. Lalu, dia kembali pulang berbentuk bayang
pada diri seorang yang sedang kusayang.
Mulanya hanya ingin menikmati
bayang yang ada dalam dirinya. Akan tetapi, seiring perputaran waktu, niatku
berubah. Aku mencintainya. Ya, aku mencintai dirinya, bukan pada bayangan itu
lagi.
Dia memberontak. Dia cemburu. Dia
juga menangis. Dia kecewa sebab aku bukan mencintai dirinya. Berulang kali
kujelaskan, tapi hanya berbuahkan hampa. Lalu, kutulis beberapa kalimat di
secarik kertas, dan kukirimkan padanya.
Aku ingin
mencintaimu
Seperti aku
mencintainya di dua tahun lalu
Seperti malam
membutuhkan bulan
Seperti siang
ditemani mentari
Jangan kau
cemburu
Kau dan dia
adalah sama-sama kusayang
Akan tetapi
Kau sekarang,
dan kelak sampai akan datang
Dan dia,
Dia hanyalah
kenangan yang tak akan pernah terulang
Andai kau masih
cemburu padanya
Cemburulah pada
dirimu
Sebab aku
mencintai dirimu karena dirinya, dan dirinya adalah kamu
Rawasakti, 8 Desember 2012
0 komentar:
Posting Komentar