Bukan Canai Mamak |
karya Cut Atthahirah
Adakah kalimat yang lebih takzim dari
''Subhanallah''? Piasan Seni kukira telah menjadi air yang mengisi kerongkongan
kering seniman Aceh khususnya. Semua seolah berbaur menjadi sebuah warna yang
bergradasi menjadi putih atau sebaliknya. Mungkin. Ah, yang jelas aku cukup
menikmati pemandangan wajah-wajah pias cahaya berpeluh dari saudara-saudaraku
di acara ini. Khususnya di Stan Sastra. Lebih khusus lagi, KJ. Ya. Pias cahaya
berpeluh itu tak dapat menutupi kelelahan fisiknya, namun juga membuat aku ragu
apakah mereka pernah mengeluh. Semua terlihat bagai mozaik yang memancarkan
semangat tiada akhir. Ya! Empat jempol untuk kalian semua.
Nah! Big
thanks untuk penyelenggara acara ini tentunya. Kalian cukup apresiatif
kupikir. Musababnya, sekali lagi. Amat jarang ada lembaga/instansi/lainnya yang
mengusung
acara seni jangka panjang yang menghimpun beberapa komunitas/lembaga seperti
ini. Waw! I like it so! Kapan lagi,
bukan?
Bye the
way, aku ingat. Malam pertama menjadi kesan menarik, tentunya setelah
beberapa masa saudara-saudara KJ-ku menghabiskan waktu merakit mimpi untuk
Piasan Seni. Kita semua (kuharap) tak main-main (terharu bila mengingat ini) .
Eh, ternyata, perkiraanku meleset. Malam pertama bukanlah malam terindah
sepanjang musim Piasan Seni Banda Aceh lalu. Dapat kukatakan ini setelah
mendengar celoteh teman-teman non-KJ-ku berkisah. Ada banyak pertunjukan dan
atraksi yang terlewatkan! Termasuk ketika malam pembacaan puisi dengan iringan
gitar di stan kami. Oh! Intinya, aku menyesal karena hanya beberapa kali waktu
bersamamu. Hopefully, it will be back in
the next year! Aamiin.
0 komentar:
Posting Komentar