Kenangan di masa lalu masih erat memeluk tubuhku.
Kenyataan demi kenyataan selalu menerpa kebahagiaan yang penuh asa. Berkasih
tapi tak pernah bertepi, dan bersayang namun punah meninggalkan bayang. Mereka
terlalu cepat pulang.
Dalam nada kerinduan, kepiluan, dan kekecewaan,
dia datang menyapa. Saat ini, di hatiku dia kuletakkan satu angka di
bawah orangtuaku. Dia mengubah hitam menjadi putih, dia membawa angin untuk
menampar mendung, dan dia mampu mengalirkan arus cinta kembali dalam jalur
darahku.
Hari ini, kebahagiaan lagi kudapatkan. Di hari kelahiranku, aku berada di antara orang-orang hebat, orang-orang gila, dan orang-orang yang penuh rasa cinta. Tak ada pula kado istimewa buatku, selain dari kehadiran gadis yang memakai baju berwarna hijau, seperti warna kesukaan Maksum. Tapi, dia hijauku, bukan hijaunya Maksum.
Berbeda dari biasanya. Manakala waktu ini tiba, aku akan mencari tempat yang paling indah, tidak untuk bersama, kusus berdua. Berfoya-foya, bersukaria, bernostalgia, dan menabung dosa. Hari ini tidak. Kami merangkai cerita yang sangat penuh dengan gejolak asmara.
Maksum dengan gaya bisiknya, bersembunyi rencana di balik senyumnya, bahwa ia ingin mencapai hajatnya pada sebuah puisinya “Melukis candi dari pasir.” Ya, hari ini hal itu sudah terealisasikan olehnya bersama hijaunya dengan sangat berbunga-bunga.
Pengko sibuk dengan gadis kecilnya. Entahlah, aku melihat bagai menonton sinetron di SCTV yang judulnya kalau tak salah aku mengingat, yaitu “Roman Picisan”. Tapi, apa pun ceritanya, apa pun makanannya, apa pun minumannya, gadis itu tetap di hati Pengko. Gadis itu sama pula terhadapnya.
Tek Nggeng sibuk dengan ingatannya. Kayaknya dia sudah terkena virus Evi Tamala “dimana pun ada bayanganmu” (bayangan orang kampungku itu). Aku tak tahu kenapa Tek Nggeng sangat bisa tergila-gila padanya. Kata yang keluar dari bibir seksinya itu, “aku teringat main ayun-ayunan”
Bunga. Hari ini aku kurang memperhatikannya. Sebab di awal, ada kata yang sumbang kudengar, dan membuat aku beriba padanya. Tapi tidak mengapalah. Bukan salahku. Sudah kutawarkan dulu, namun dia tak mau.
Kemudian Lara dan Duka sibuk merencanakan siapa yang lebih duluan harus hamil. Sebab mereka dua adam yang ingin menjalin hubungan mesra, begitu keterangan dalam canda gurau waktu itu. Dan konon pula ceritanya, bahwa yang akan membengkak adalah bagian belakangnya, bukan depan. Lara dan Duka menghilang dari kami secara bersama, dan ke mesjid bersama, dan mandi laut pun bersama.
Sekarang aku. Aku tak mau banyak bercerita tentangku. Hari ini aku sangat bahagia. selain di hari lahirku dapat bermain bersama mereka, aku juga dapat melaksanakan asa yang lama sudah tergadai. Seperti analisisku pada puisi Maksum Dimila, semuanya tadi nyata. Di celah-celah kesibukan mereka, keromantisan mereka, aku bekerja dalam bayangan tak nyata.
Dan untuk semua yang memberi doa kepada saya, nikmatilah kisah singkat ini sebagai pengawet muka. Terimakasih atas semua doanya untukku itu. Terimakasih.
Wassalam
Kembali