Karya: Cut
Eva Syamsoeddin Putri
Malam kian larut, jangkrik bersenandung dengan irama sendu
terdengar di
telingaku. Kecebong pun tak mau mengalah, entah mereka mengadu suara
atau mereka meluapkan kebahagiannya karena gerimis mulai menitikkan butir kebeningan di kolam tempat peraduan mereka. Di luar
langit mendung seirama dengan hatiku dalam seminggu ini.
Kulirik jam dinding di pojok kamar, jarum jam
menunjuk pukul 23.30, namun kantuk tak sedikit pun menghampiri bola mataku
yang sembab dan sesekali mataku menitikkan beberapa lelehan kristal
dari kedua bola mataku.
Seperti
biasanya, seusai tugas-tugas kuliah,
sedikit waktu aku sita untuk membuka facebook dan mengecek email. Mungkin dua
pekan ini tak seperti biasanya, jika sebelumnya aku membuka facebook hanya
untuk chatingan bersama Umara, kekasihku, namun dua pekan ini tidak, aku
membuka facebook hanya untuk melihat album fotonya saja, sambil kubuka kartu
kenangan bersamanya di memori yang belum usang ini, dan
kutumpahkah air mata sehabisnya, mungkin jika saja kugali sebuah danau kecil,
air mataku cukup untuk mengisinya.
Satu
persatu album fotonya kubuka, lembar perlembar fotonya kulihat sedikit jelas
dengan mata berkaca- kaca. Tujuh menit berlalu, ku buka lagi album foto Umara
bersamaku. Hati pun merindu syahdu padanya. Indah betul kala itu, menarikan ingatanku
ketika bersamanya, kenangan indah dalam nyanyian masa depan dengannya terapung di lautan fikiranku.
Namun sayang, bungkusan kasih sayang yang selalu terkemas dengan senyum yang ia
berikan padaku, tak lama lagi akan memfosil dalam gigil kalbu. Langit hidupku
seakan hitam jelaga kini. Nyanyian masa depan bersamanya sudah tak berlirik,
kosong. Singasana harapan masa depan yang kami bangun dua tahun lalu itu pun
telah roboh dan hancur bersama kepergian Umara.
Dua
Puluh menit sudah kuhabiskan waktu untuk membuka album foto itu sambil menyelam
dalam lautan kenangan indah bersama Umara. Aku memutuskan untuk menutup lembaran foto
kenangan. Telah
banyak airmata tumpah dan rindu semakin membuncah.
Aku
menyisakan waktu untuk membuka email sebelum kesedihan kubawa
dalam peraduan. Aku membuka pesan masuk yang tidak tahu siapa pengirimnya.
“ Sayang, Abang telah sampai
tujuan. Abang merindukanmu sayang. Setiba abang di kamar ini, ternyata di sini ada disediakan komputer, di sini juga full wifi sayang, jadi kita tak perlu
cemas, meskipun kita berjauhan, maka kita bisa selalu chatingan bersama, dan
bersabarlah sayang tak lama lagi abang
akan menjemputmu.”
Darah
berhenti
mengalir,
detak jantung semakin kencang, mata
berkaca- kaca melotot tanpa kedipan. Aku membeku di depan komputer miniku, Hatiku
sungguh belum bisa menerima kenyataan adanya pesan tersebut. Mustahil ku bisa
percaya pesan itu dari Umara, Kecelakaan telah merenggut nyawanya seminggu
menjelang ia disematkan gelar Master Sainsnya. Meskipun telah sepekan Umara
pergi, aku masih belum bisa menerima kenyataan tersebut, Bagaimana tidak, dua tahun sudah aku menjalin
kasih bersamanya.
Aku terpaku dalam beku, Tapi aku juga
mulai berfikir, apa mungkin ini pertanda Umara akan menjemputku, sembari
terlintas seuntai janji Umara padaku, ketika Ia dapatkan gelar Master Sainsnya,
maka ia akan mempersunting bidadari hatinya . “mungkin ini bertanda ajalku kan
tiba dan apa mungkin Umara akan menjemputku sebagai bidadarinya, dan aku akan
bahagia bersamanya di Syurga,” fikirku dalam hati yang bimbang.
Ting..!!,
“ leptopku berbunyi. Ada pesan baru masuk di emailku.
“Maaf,
saya salah kirim, saya ingin mengirim pesan itu untuk istri saya, karena saya
sedang bertugas di luar kota, setiba saya
di sebuah hotel ternyata di Hotel ini
disediakan komputer dan full wifi. Namun saya salah menulis
email istri saya, sekali lagi saya mohon maaf. Isi pesan baru yang sungguh aku tak mengenal
siapa pengirim pesan itu.
Cut
Eva Syamsoeddin Putri merupakan Mahasiswa Gemasastrin FKIP Unsyiah dan siswa kursus di Komunitas Jeuneurob gelombang pertama.
0 komentar:
Posting Komentar