Kamis, 31 Oktober 2013

BAGAIMANA JIKA LUKA BERKOLONI, MENJAMAK, MENJADI BANYAK?


Karya Erdidik


alkisah di taman kenangan
berbukit rumput ilalang, tinggi tak berjamah
pinggirannya jurang siap menengadah

Puan duduk tenang
di sampingnya keranjang rotan, bekal makanan
sedari tadi peluknya melingkar kaki
duduk memagut sepi
memandang segala hampar di pikiran
—itu miliknya sendiri

awan mengabulkan hujan
bertemu jatuh
mendesir bernyanyi bersama putri pelangi
angin mengoyak-koyak ranting, daun memagut-angguk
menari-melambai, menari melambai
tanah bertemu rindu rintik: berpeluk air
mengaduk-bujuk alirnya. turun
mencipta sungai-sungai kecil
menuju laut dan membuai ke awan lagi
terus demikian

hujan adalah hal yang patuh, jika dapat dikatakan benda
di mana ia disuruh, di sana ia jatuh

iya, Puan banyak belajar dari hujan
jatuh perlu berulang

tentang Tuan yang tak tahu kapan kembali
seperti hujan yang tak tahu kiranya kapan berhenti

lukanya kini membentuk lingkaran
luka yang tidak bermula dan berakhir
luka yang hanya tahu untuk melukai
luka yang tidak ingin disembuhkan
luka yang tidak mengenal kata akhir

Tuan, taman ini tetap sama. Bunga-bunganya masih sama. Susunan kursi-meja masih ada. Tak ada yang berbeda. Hanya satu yang berbeda, disini tak ada lagi kita. Ya, aku selalu mengajarkan kamu untuk tidak menangis, karena menangis adalah kesalahan. Barangkali aku harus salah untuk kali ini. Aku ingin, ketika kamu kembali, bawa pergi kenangan semua ini

itu kalimah-kalimah terakhir Puan
Setelahnya ia berlari ke tepian taman kenangan
Terbang: hilang

-Meja kopi, 2013

Erdidik merupakan Mahasiswa PBSI Unsyiah angkatan 2009.


0 komentar:

Posting Komentar