Minggu, 03 Maret 2013

Mozaik Tentang Yang Datang dan Yang Pulang



Mozaik Tentang Yang Datang dan Yang Pulang

Rayhan/
Mengapa aku terbangun malam hari lekas membaca puisi?
Ini masa yang buruk bagi anak muda seperti kita
Tapi kamu terus mengumpulkan semua pendar hujan
dan berharap bisa ditanak menjadi koran

Aulia/
Kadang kita tidak bisa menebak bahkan sebatang mangga pinggir rumah
Kemudian diketahui ada tujuh puluh daun yang
Bakal menjadi buah dan jatuh malam hari
Mangga ini aneh sekali

Sarah/
Tentu saja tidak berguna menghitung-hitung jumlah ongkos
Dan mobil yang masuk-pergi kampungmu
Mukena bohong itu telah menjadikanmu pejuang
Kelak dengan mukena itu kau akan menulis sejuta puisi
Lalu mengubahnya jadi peluru dan batu

Isma/
Pada akhirnya kamu bisa menggantung banyak orang
Tanpa belas kasih mencambuk mereka untuk membuka pintu
Seribu pintu
Kelak kamu jadi seorang yang sadis yang mungkin juga
Akan menggantung warung kopi dan orang-orang di tiang cerita

Yusra/
Beruntunglah sebab kemudian aku bisa mengingat semuanya
Setidaknya tentang tiang depan rumah di mana kau bersandar
Menatap rumput dan merasakan angin luar yang makin panas
Bercerita tentang ode ringan untuk seorang kawan
Dan datang ke prosesi menutup pintu sebelum aku mandi

Bunga/
Bahkan aku lupa kapan kamu tidak menjengukku
Mata kita sudah terlalu akrab dan rasanya tidak pernah ingin berpindah
Buka kembali kertas di kamar dan catat saja tentang harummu
Tentu akan lebih memabukkan dari harum pajangan pertama itu

Nadiya/
Masih mabuk perjalanan minggu lalu dan kuharap kamu muntah lagi
Kudamu telah melesat ke awan; jangan hanya di awan
Muntahkan sebanyak-banyak isi perut dan kepala yang bikin mual
Muntah di buku yang kau bawa
Muntah jadi puisi yang berubah sendiri menjadi kuda
Perjalanan kemarin masih sangat dekat; jangan hanya dekat

Vina/
Sekarang tidak tentang biolamu yang sempat bikin insomniaku akut
Tapi tentang kemisterian parah—juga merenggut masa tidurku
Kita berusaha merangkum petang penuh gigil
Bercerita tentang hujan dan tulisan baru yang sering
Kamu adalah martir di garis penuh kemelut
Pilihannya adalah terus berperang sampai akhir atau tidak pernah hidup

Intan/
Perjalanan sedekah lunas sudah
Tinggallah Simek dengan segenap desah paraunya
Bocah-bocah lugu yang entah paham atau barangkali tidak tahu
Tentang kata yang muncrat dari mulut kau dan aku
Mimpi jauh tentang kesetiaan serta keyakinan
Kita telah menulisnya di jalan pergi dan pulang
Kelak kamu mesti mengambil ceceran itu
Lalu merangkainya jadi puisi paling sendu

Ulfa/
Barangkali semua akan terjawab dengan hanya diam
Atau senyum belaka yang memaksa kami berpikir lama
Bagaimana mencari suara dari mulutmu bahkan untuk hal perlu
Rasanya kamu selalu ingin berkata bahwa suaramu tidak akan terdengar
Tapi hanya bisa dibaca setelah dikarang sedemikian rupa

Pengkostadium, 3 Maret 2013

0 komentar:

Posting Komentar