Karya Makmur Dimila
(Kepada Nazar Shah Alam dan Iqbal Gubey)
Seperti tunas pisang dari dua batang berbeda
dongak-mendongak melihat matahari terbit
Satu di Bacdren, satu di Bosso
Desis-mendesis, susul-menyusul
(Kepada Nazar Shah Alam dan Iqbal Gubey)
Seperti tunas pisang dari dua batang berbeda
dongak-mendongak melihat matahari terbit
Satu di Bacdren, satu di Bosso
Desis-mendesis, susul-menyusul
Seperti dua telur dalam dua dekaman jeruji bulu berbeda
Kepanasan. ingin cepat merdeka, seperti tahanan
Lima September Bacdren merdeka
Bosso menyusul lima September selanjutnya
Keluar dari jeruji bulu-bulu lebat
Menciap-ciap, bersambung-sambung.
Ketika batang ditebas
Ketika induk disembelih
Sewajarnya kalian berduka.
Tidak larut. rengkuh hikmah
Seburuk-buruknya zaman
Kalian berkelana, berkata:
“Selamat tinggal Bacdren. Aku akan kembali dengan mutiara.
Selamat tinggal Bosso. Aku akan kembali dengan mutiara.”
Ekor-mengekor, berapi-api.
Kalian berjumpa di Cateraga
Sebuah kota tua berdebu kental:
Debu-debu ciptaan penghuni
Hadiah untuk penghuni
Oleh-oleh bagi pendatang
Cateraga kota suci tapi tak menyucikan
Ingat. kalian datang dari negeri baru merdeka
Gauli debu-debu di situ dengan santun
Niscaya ada mutiara terpendam di sana
Seburuk-buruknya zaman
Jangan bawa pulang debu-debu bernajis
Seperti janji kalian, pulanglah dengan mutiara
Kalian selalu dinanti
Pulanglah pada lima September
Rawa Sakti, 1 September 2012
* Makmur Dimila, pegiat di Komunitas Jeuneurob
0 komentar:
Posting Komentar