Edisi
Desember 2010
Balada Rindu
Balada rindu mencekam
cintaku padamu yang biasa saja adanya
tak berkurang dan terus bertambah
seperti laju kaki yang tak pernah henti
berjalan
begitu aku pada kau
Terkadang tumit ini merengek
mengajak berhenti
tak peduli terus menuruti kata hati
semakin kumenapak
semakin jauh pula hentian pijak
Jalan terjal penuh duri
kaki mengerang menetaskan air mata
dari mata merahnya
itupun tak berarti kumenepi
Kau tetap kunanti dan terus kurindui
meski balada ini mencekam ulu bayi hati
( Abdya, 8 Oktober
2010 )
Untukmu
Makin hari kau kian bertingkah
bukankah telah kuhidangkan segelas kopi manis
di atas meja
yang dilapisi piring putih kecil
dan itu hanya untukmu
Apa itu belum berarti lebih dari cukup untuk
yang sepertimu dari yang sepertiku?
cinta untukmu seluas samudera?
tidaklah juwita
Aku mencintaimu separo dari aku
dan kau berarti
( Abdya, 23 Oktober 2010 )
Edisi
Februari 2011
Bunda
Terkadang kita merasa haru saat berkata
“terus saja timpang kaki berdiri
tapak makin tipis hari ke hari”
Terus berjalan menapaki waktu dan masa
mencecap kasih sayang untuk kita dari Bunda
entahlah, kapan kita bisa membuatnya
tersenyum?
Awal nafasnya melelah
mula geraknya mulai merebah
bagaimana akhir hembusan nafasnya?
Begitu ikhlas dan tak ambil upah
Bunda tersenyum pada waktunya tiba
Kau bahagia, aku bahagia
jika aku bahagia, semoga kau juga merasa
maka kupaksakan untuk kita bahagia
tapi, kau dan aku
mari bahagiakan bunda
( Abdya, 08
Februar 2011 )
Mengapa
bangga?
Mengapa bangga?
Padahal iba membuat kita lupa pada etika
Manusia menyembunyikan kebodohan
Terus menambah padahal rugi telah di tangan
Lalai terambing kiri kanan
Tak sadar terpojok ke sudut
Kian lama yang tinggal hanya sisa
Ditinggal oleh masa
( Abdya, 09
Februari 2011 )
Afzhal Putra
Armi, berasal
dari Aceh Barat Daya dan bergiat di Komunitas Jeuneurob
*Sumber: Harian
Aceh
0 komentar:
Posting Komentar