Rabu, 10 Agustus 2011

Spirit Sosial Puasa


Oleh Sammy Khalifa
Sumber: Serambi Indonesia, Rabu, 10 Agustus 2011
MENJALANKAN ibadah puasa selama sebulan penuh di bulan Ramadhan adalah sesuatu hal yang niscaya. Suatu kewajiban yang diperintahkan Allah SWT sebagai wujud ibadah yang hanya dipersembahkan kepada-Nya. Namun hal ini tak berarti bahwa ibadah puasa hanya dipahami dalam dimensi spiritual atau ubudiyah (ritual) saja. Puasa tak hanya diartikan dalam dimensi ritual semata. Ia begitu utuh menyeluruh, sebagaimana juga Islam sendiri yang nilai-nilainya begitu universal, “membumi” dalam realitas kehidupan manusia sehari-hari.
Islam mengatur semua hubungan dan keterkaitan dalam kehidupan manusia dan tidak berbatas dalam dimensi spiritualitas. Begitu juga dengan ibadah puasa. Puasa dimaknakan sebagai aktivitas menahan diri dari segala hal, yang dalam istilah Sigmund Freud disebut sebagai “Id”, atau prinsip dorongan kesenangan yang bersumber dari keinginan dan kebutuhan dasar manusia, seperti makan, minum, seks, agresi serta kebutuhan lain yang yang dipicu oleh nafsu naluriah manusia. Namun dalam dimensi sosial kemanusiaan, pengertian tersebut bisa dimaknakan secara lebih luas.

Manifesto Komunis
Karl Marx dalam karyanya bersama Friedrich Engels, “Das Manifest der Kommunistischen Partei” (Manifesto Partai Komunis) menuliskan, “Sejarah dari semua masyarakat yang ada hingga sekarang ini adalah sejarah perjuangan kelas.” Hal ini menunjukkan betapa diskriminasi antar kelas ataupun status sosial antara kaum borjuis dan kapitalis atau pemodal dengan proletar yang diasosiasikan dengan eksistensi para buruh telah membangkitkan pergolakan revolusioner tersendiri sejak masa silam.

Ketimpangan yang terus terjadi antar keduanya menjadi pemicu konflik yang takkan terelakkan, di mana kaum proletar dengan spirit revolusionernya suatu saat akan menggeser kekuasaan kaum-kaum borjuis dan kapitalis. Hal ini terjadi karena tak adanya prinsip egaliter atau sederajat dalam lingkungan sosial, sehingga yang berkuasa akan terus menindas yang lemah, sebagaimana hukum rimba.

Namun, Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin membuktikan bahwa praktik hukum rimba seperti itu tidak berlaku. Allah menegaskan bahwa orang yang paling mulia di sisi-Nya adalah orang yang bertaqwa (QS. Al-Hujarat: 13). Jadi jelas, dalam Islam jelas semua manusia itu sama di hadapan Allah, yang membedakannya adalah kadar keimanan dan ketaqwaan para hamba-Nya.

Dalam konteks puasa, aplikasi prinsip-prinsip kesetaraan ini bisa dilihat dengan jelas. Tanpa memedulikan status sosial, pangkat, jabatan ataupun kekayaan seseorang, semua diwajibkan untuk melaksanakan ibadah puasa. Kecuali bagi mereka, perempuan yang sedang haidh atau nifas yang memang dilarang untuk berpuasa serta beberapa kriteria orang-orang yang diberikan kelonggaran tidak berpuasa dengan syarat harus mengganti puasanya setelah Ramadhan atau membayar fidyah. Selain dari kriteria yang disebutkan di atas, Islam tidak pernah menjalankan praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dalam menerapkan kewajiban berpuasa dengan asumsi pertimbangan status sosial seseorang atau kelompok-kelompok tertentu.

Dimensi Sosial Puasa
Jadi jelas, dalam pelaksanaan ibadah puasa banyak sekali hikmah dan pelajaran yang bisa dijadikan bahan kontemplasi bagi umat manusia. Puasa bukan hanya perkara menahan diri dari aktivitas makan, minum serta hal-hal lain yang membatalkannya saja. Namun ia merupakan salah satu kewajiban yang diperintahkan Allah SWT untuk diamalkan, serta direnungi hikmah yang menyertainya. Semangat puasa adalah semangat pembebasan. Sebuah semangat besar bagi manusia untuk mencapai makna hidup dalam bingkai spiritual.

H.D. Bastaman menjelaskan bahwa makna hasrat untuk hidup bermakna (the will to meaning) merupakan keinginan setiap orang untuk menjadi orang yang bermartabat dan berguna bagi dirinya, keluarga, lingkungan kerja, masyarakat sekitar, dan berharga di mata Tuhan.

Setiap orang pasti menginginkan bagi dirinya suatu cita-cita dan tujuan hidup yang penting dan jelas, yang akan diperjuangkan dengan penuh semangat. Jadi, hasrat untuk hidup bermakna adalah hasrat untuk menjadi berguna bagi keluarga, masyarakat, nusa dan bangsa.

Spirit inilah yang sebenarnya diusung dalam memaknai hakikat puasa. Tujuan puasa adalah agar manusia bisa merasakan dan memahami keadaan saudara-saudara kita yang kurang beruntung dalam hal finansial serta kebutuhan dasar sehari-hari. Karena itulah, bulan Ramadhan juga disebut sebagai syahru tarbiyyah atau bulan penuh pelajaran. Maka, dengan meresapi dan merenungkan realitas tersebut, diharapkan mampu membuka ruang-ruang sempit kesadaran kita untuk membantu dan berbagi dengan sesama.

Dengan berpuasa, kita tidak hanya melihat realitas tersebut sebatas dalam konsep teori, tetapi juga turut serta mempraktikkan dalam kehidupan. Sehingga kesadaran yang terbentuk kemudian benar-benar timbul dari nurani terdalam, bukan sekadar empati yang hanya dibangun dengan modal utopis abstrak, karena tak pernah benar-benar merasakannya. Atau dalam istilah lain, “show, don’t tell” (tunjukkan, bukan katakan).

Puasa hendaknya menjadi instrumen dasar dalam memerangi ketimpangan-ketimpangan sosial serta membangun peradaban yang lebih humanis dan toleran. Karena dalam berpuasa tidak ada perbedaan status yang bersifat diskriminatif. Kecuali keringanan bagi mereka seperti yang tertulis di atas, semua sama kewajibannya dalam berpuasa. Maka dengan semangat kesetaraan ini, kesadaran untuk saling membantu dan berbagi dengan sesama dalam konteks ibadah sosial semakin ditingkatkan.

Ironis sekali rasanya jika kesadaran sosial ini tidak terbangun dalam momen Ramadhan. Ini sama saja seperti apa yang disabdakan Rasulullah SAW bahwa puasa seseorang akan sia-sia belaka dan hanya mendapatkan lapar dan haus semata serta kehilangan dari puasanya. 

Padahal porsi ibadah sosial dalam Islam itu sangatlah besar, dan Allah sangatlah benci terhadap hamba-hamba-Nya yang apatis dan individualis, apalagi sikap apatisme mereka terhadap anak yatim dan orang miskin (QS. Al Maa’uun: 1-3).

* Penulis adalah mahasiswa program studi Psikologi Unsyiah. Aktif di UKM Pers DETaK Unsyiah.

0 komentar:

Posting Komentar