Rabu, 17 Agustus 2011

Catatan Seorang Terbuang

Karya: Nazar Shah Alam

Sumber: Harian Aceh, 14 Agustus 2011


Judul               :Catatan dari Bawah Tanah
Penulis            :Fyodor Mikhailovitsy Dostoyevsky
Tahun              :1979
Cetakan          :Ketiga, Desember 2008
Penerbit          :Pustaka Jaya

Novel karya Fyodor Dostoyevsky ini benar-benar tersuguh selaiknya catatan biasa namun dibumbui dengan pelbagai persoalan dengan bagus dan menarik. Sudut pandang orang pertama yang digunakan di dalamnya disajikan secara gamblang. Tokoh aku dalam novel Catatan dari Bawah Tanah ini seolah ingin menelanjangi semua tentang dia hingga pembaca bisa tahu betul sifat dan sikap sang tokoh tersebut sejelas-jelasnya. Cerita pun dimulai dengan gambaran bagaimana sifat sang tokoh yang digambarkan begitu tidak baik dan acap menjadi celaan dalam pergaulan.
Novel Catatan dari Bawah Tanah ini tergolong ke kategori novel psikologis. Bahwa sang tokoh adalah seorang yang menarik diri dari hiruk pikuk masyarakat sekitarnya setelah mengorbankan cin dan bakatnya. Sang tokoh yang merasakan bahwa ia memiliki keunggulan inteligensia dibandingkan orang lain dalam masyarakatnya ini merasakan semacam ada penolakan untuknya dari lingkungannya hidup. Karya yang menyoroti kejiwaan secara falsafi seorang yang diasingkan oleh masyarakatnya ini memiliki kekuatan dalam pendeskripsian suasana dan keadaan yang ada dalam tulisan tesebut.
Kekuatan lain adalah bagaimana kemudian Fyodor, sang penulis cerita benar-benar mampu menelanjangi keburukan sang tokoh dalam catatan pribadinya sendiri. Sang tokoh yang diciptakan Fyodor menjadi sangat terbuka dengan catatannya saat lingkungan sekitar menolaknya. Ini adalah sorotan yang jarang sekali dilakukan oleh para penulis masa kini.
Latar belakang tempat dalam novel ini adalah Rusia, dan dari sini juga bisa kit ketahui bahwa—menurut pandangan tokoh aku—bangsa Rusia sama sekali tidak memiliki kaum romantik transendental yang berlebihan semacam Jerman atau lebih lagi Prancis. Sebaliknya, sifat kaum romantik Rusia adalah suatu kebalikan langsung dan mutlak dari kaum romantik transendental tipe Eropa tadi. Tokoh aku kemudian menilai kata ‘romantik’ sebagai kata kolot yang sangat dihormati oleh orang lain dan bahkan setiap orang lain, kecuali ia.
Novel psikologis ini juga sangat sarat dengan pengetahuan-pengetahuan baru yang diantar oleh tokoh aku. Dari itu kita tahu bahwa tokoh aku memang seorang yang cerdas namun kurang percaya diri karena factor psikologisnya. Ia juga tokoh yang tidak memiliki kelabilan emosi. Suatu waktu ia menjadi orang yang terbuka dan sangat bersahabat, namun di waktu yang lain ia menjadi sangat tertutup dan suka merasa bahwa ia begitu buruk.
Tokoh aku adalah seorang yang lebih suka menghabiskan waktu di rumah dengan membaca. Ia melakukan itu untuk menekan emosi dan nafsunya yang selalu saja menggelegak. Namun, terkadang perasaan bosan dan jenuh dalam dirinya memaksanya untuk bergerak. Nafsu jahatnya, yang menurutnya adalah dunia bawah tanahnya itu kemudian memaksa sang aku meloncat keluar demi menyusuri tempat-tempat gelap. Ia melakukannya dengan malu-malu dan ia menceritakannya dengan sangat jujur.
Seorang yang pandai dan begitu sastrawi tersebut merasakan bahwa lingkungan mereka yang anti romantik transendental ini juga ikut tidak menyukai mereka yang berbicara dalam bahasa sastra. Kaumnya akan merasa bahwa mereka itu keperancis-perancisan pada orang yang berbahasa sastra. Maka ia tidak menyukai kaumnya.
Dalam Catatan dari Bawah Tanah ini, pembaca baru menemukan percakapan pada bab 5. Hal ini boleh jadi adalah sebuah kelemahan dari novel tersebut. Bagaimanapun, pembaca akan bosan dengan pemaparan tentang diri tokoh aku yang sepanjang empat bab itu. Walaupun memang di dalam pemaparan tersebut penulis mampu mengantarkan pembaca dalam satu ruang paling sunyi yang diderita tokoh aku hingga ke cerita-cerita paling menggelitik sekalipun, namun tetap saja ada semacam pemaparan yang berlebihan.
Cerita yang berkutat pada pribadi sang tokoh aku ini kemudian terkesan lebih seperti curhat penulis atau tokoh aku. Hanya saja di dalam curhat itu disisipi dengan pelbagai pengetahuan dan gaya bercerita yang asyik. Selanjutnya, ditilik dari pelbagai sisi, sungguh menarik bisa membaca kisah ini dan membayangkan seorang terbuang yang merasa tidak lagi mampu mencintai dan tidak lagi dicintai sang aku kemudian mengasingkan diri dengan tujuan depostisme yang ditulis dengan jujur sekali.



0 komentar:

Posting Komentar