*Rakyat Aceh, Minggu, 31 Agustus 2014
FANA
Lentera merah itu
tak mampu menjangkaunya
Kau keluarkan semua
Menggelegar dari
laut suatu kala
dentuman demi dentuman
hantaran demi hantaran
semua yang tertawa
semua yang terlelap
semua yang menangis
LUKISAN
TERAMBANG
Dia menyaran kutulis namamu di air
namun kutulis di pasir
seperti sandiwara yang
katanya aku bermain di balik siluet
mengikuti gerakan lagu
dan beberapa ruh sedang mengendalikan jasadku
namun kutulis di pasir
seperti sandiwara yang
katanya aku bermain di balik siluet
mengikuti gerakan lagu
dan beberapa ruh sedang mengendalikan jasadku
JAMUAN MINGGU PAGI
Jamuan paling nikmat
Kupakaikan dasimu
Denting gelas beradu
Menggelitik telingaku
Entah ini milik kita
Kebahagiaan
Atau suara dongeng lama
Bir tua yang memabukkan
Jamuan paling nikmat
Kupakaikan dasimu
Denting gelas beradu
Menggelitik telingaku
Entah ini milik kita
Kebahagiaan
Atau suara dongeng lama
Bir tua yang memabukkan
HATIKU
SEBATANG ROKOK
Hatiku sebatang rokok mendarat dan menetap di bibir
biarkan aku diam terhisap hingga akhir
Masih ada hal lain yang selama ini senantiasa punah
Sekejap menyatu sebelum apimu padam
dan terganti dengan nyala kemudian
Hatiku sebatang rokok mendarat dan menetap di bibir
biarkan aku diam terhisap hingga akhir
Masih ada hal lain yang selama ini senantiasa punah
Sekejap menyatu sebelum apimu padam
dan terganti dengan nyala kemudian
CATATAN
PERJALANAN
Saat kuberjalan
Terasa tak akan pernah sampai
Melihat jalan tak memiliki ujung itu
Ketika kuberhenti dan menunduk
Ternyata semua tapak telah menginjak lembaran
demi lembaran menghitamkan kertas putihku
(Banda Aceh, 2014)
*Rakyat Aceh, Minggu, 7 September 2014
RUANG
Ruang tak miliki jendela
matahari. Cahaya terangi
apa Kau peduli?
Satu dari 8 roh itu aku
Kakak terlelap dalam tangis
Adik terbaring kaku
Kebun kuburan terasa lengang
Ruang ini terlalu luas untuk menghitung dunia
RIAK
Api telah padam
namun air masih gelombang
Sunyi masih biru
sayang udang tak sua batu.
namun air masih gelombang
Sunyi masih biru
sayang udang tak sua batu.
PENUNGGANG
Memacu campin melintasi gulungan
Kuda Azamat bertatap dengan pusaran
Tuan telah lepaskan isyarat
Kapan dapat kampiun jadi
SAJAK
CINTA
Lukiskan kisah pada batu
ketika sajak tentang cinta berubah benci
kisah cinta kecil dulu yang terbayangkan indah
beralaskan cinta dan berlapiskan benci
bahkan hilang tulisan yang tersapu badai
ketika sajak tentang cinta berubah benci
kisah cinta kecil dulu yang terbayangkan indah
beralaskan cinta dan berlapiskan benci
bahkan hilang tulisan yang tersapu badai
SULUH
Kau tak berhenti barakannya
Apa karena kau api ?
Kau salah
Kau tak bias menyakiti
Tak bias menghakimi
Tak bisa menodai
Tak bisa memaksa
lekuk apimu semakin membara
Apa karena aku air ?
Apa karena kau takut melihat alir yang tenang itu
takut baramu tak diselimuti
Apa karena kau api ?
Kau salah
Kau tak bias menyakiti
Tak bias menghakimi
Tak bisa menodai
Tak bisa memaksa
lekuk apimu semakin membara
Apa karena aku air ?
Apa karena kau takut melihat alir yang tenang itu
takut baramu tak diselimuti
Atau
*Yulia Rahmah adalah murid kelas menulis puisi angkatan II
Komunitas Jeuneurob Banda Aceh. Kuliah di PBSI FKIP Unsyiah angkatan 2013. Beberapa puisinya termaktup dalam antologi “Gudang Sampah” 2014.
0 komentar:
Posting Komentar