Minggu, 07 September 2014

Puisi-Puisi Yulia Rahmah





*Rakyat Aceh, Minggu, 31 Agustus 2014

FANA

Lentera merah itu
tak mampu menjangkaunya
Kau keluarkan semua
Menggelegar dari laut suatu kala
dentuman demi dentuman
hantaran demi hantaran

semua yang tertawa
semua yang terlelap
semua yang menangis
semua terjaga dari mati.


LUKISAN TERAMBANG

Dia menyaran kutulis namamu di air
namun kutulis
di pasir

seperti
sandiwara yang
katanya
aku bermain di balik siluet
mengikuti gerakan lagu
dan beberapa ruh sedang mengendalikan jasadku


JAMUAN MINGGU PAGI

Jamuan paling nikmat
Kupakaikan
dasimu
Denting gelas beradu
Menggelitik
telingaku

Entah
ini milik kita
Kebahagiaan
Atau
suara dongeng lama
Bir
tua yang memabukkan


HATIKU SEBATANG ROKOK

Hatiku
sebatang rokok mendarat dan menetap di bibir
biarkan aku diam terhisap hingga akhir
Masih
ada hal lain yang selama ini senantiasa punah
Sekejap menyatu sebelum apimu padam
dan terganti dengan nyala kemudian


CATATAN PERJALANAN

Saat kuberjalan
Terasa tak akan pernah sampai
Melihat jalan tak memiliki ujung itu

Ketika kuberhenti dan menunduk
Ternyata semua tapak telah menginjak lembaran
demi lembaran menghitamkan kertas putihku

(Banda Aceh, 2014)


*Rakyat Aceh, Minggu, 7 September 2014

RUANG

Ruang tak miliki jendela
matahari. Cahaya terangi
apa Kau peduli?
Satu dari 8 roh itu aku

Kakak terlelap dalam tangis
Adik terbaring kaku
Kebun kuburan terasa lengang
Ruang ini terlalu luas untuk menghitung dunia


RIAK

Api telah padam
namun air masih
gelombang
Sunyi masih biru

say
ang udang tak sua batu.


PENUNGGANG

Memacu campin melintasi gulungan
Kuda Azamat bertatap dengan pusaran
Tuan telah lepaskan isyarat
Kapan dapat kampiun jadi


SAJAK CINTA

Lukiskan kisah pada batu
ketika
sajak tentang cinta berubah benci
kisah
cinta kecil dulu yang terbayangkan indah
beralaskan
cinta dan berlapiskan benci
bahkan
hilang tulisan yang tersapu badai


SULUH

Kau tak berhenti barakannya
Apa
karena kau api ?
Kau
salah
Kau
tak bias menyakiti
Tak
bias menghakimi
Tak
bisa menodai
Tak
bisa memaksa

lekuk
apimu semakin membara
Apa
karena aku air ?
Apa
karena kau takut melihat alir yang tenang itu
takut
baramu tak diselimuti
Atau



*Yulia Rahmah adalah murid kelas menulis puisi angkatan II Komunitas Jeuneurob Banda Aceh. Kuliah di PBSI FKIP Unsyiah angkatan 2013. Beberapa puisinya termaktup dalam antologi “Gudang Sampah” 2014.
 

 

0 komentar:

Posting Komentar