Kusebut Ini
Alegori Rindu
I/
Langit masih mendung, ketika pelangi hadir.
Tepat pukul 9:45 di musim hujan,
saat kunantikan sibisu pulang.
II/
Lewat kabut malam
kupandangi trotoar penyeberangan
tanpa sosok yang mengintai
hanya debu-debu malam yang terbang menembus
paruku
atau salahkah jika aku menanti?
Jika tidak, maka izinkan aku menunggunya di
penghujung jalan
III/
Setibanya aku disana, jangan berhentikanku
Lepaskan, seperti dulu saat membenci
Jika tidak, kau akan melihat aku karam
Karena rindu telah menyatukan alam
Banda Aceh,
6 september 2014
Sepasang
sepi
I/
Ku terawangi mimpi
Di pelupuk maghrib
Ku cari pena
Kutulis selembar kesaksian
Dalam sajak
Tentang sepasang sepi
Yang merindu
Pada Tuhan
Yang lama tak ditanyai
Tentang pembunuh kerikil tempo lalu
II/
Tentang kesaksian yang pilu
Apakah aku saksi yang kau janjikan rubi
Apakah aku saksi yang kau sodorkan permata
Yang kau hadiahkan bidadari
III/
Aku adalah perindu yang sepi
Dan kau adalah bayang sepi
Bukankah kita sepasang sepi
Banda Aceh,
13 September 2014
Pelindung
sejati
I/
Taukah kau
aku adalah terpal
Yang singgah
di bawah telapak kakimu
II/
Sempat kutindih pasir
dalam rangkak telusurimu
Sempat kutulis pasir
dalam retak kaca berlapis
III/
Kulihat musim begitu liar
Memainkan melodinya
Getar lukaku
Seirama dengan sayat kakimu
Akulah pelindung sejatimu
Banda Aceh,
16 September 2014
Hakikat diri
Ku dengar nama Tuhan yang kau teriakan di
balik tirai merahmu
Senafas dengan bacaan yang kau lantunkan
Senandung merindu atau mengadu
Tapi aku enggan menindih dalam lantunanmu
Patutkah kau berkaca
Pada cermin yang membencimu
Sebab terlalu perih kata yang kau lontarkan
Lantaran sunyi meredamnya berkali-kali
Tak pandaikah kau menghitung anugerah?
Tak pandaikah kau bersyukur?
Kurang apakah Tuhan menghadiahkanmu usia?
Terlalu kau berlagak angkuh
Pada Tuhan kau menutup mata
Banda Aceh,
18 September 2014
*Mella Yunati, murid kelas Prosa/Puisi Komunitas Jeuneurob
(Sumber : Serambi Indonesia dan Koran Rakyat Aceh, Minggu, 21 September 2014)