Jumat, 09 September 2011

Universitas Samping Unsyiah

Oleh: Makmur Dimila
Sumber: Harian Aceh

Ada beberapa pemain Timnas Indonesia bernama unik, kata kawan Je. Bambang ‘Pemangkas’ Rambut, Binatang ‘Boas’ Solossa, dan El ‘Locomotif’ Gonzales. Namun mereka tak menunjukkan tajinya sesuai nama. Bambang tak secermat dalam memangkas. Gonzales tak secepat lokomotif kereta api. Solossa tak sebuas binatang.
Komentar itu lahir setelah Indonesia ditaklukkan Bahrain dua gol tanpa balas di ajang Pra Piala Dunia 2014. Laga yang berlangsung di Stadion Gelora Bung Karno itu juga sempat dihentikan wasit karena ulah penonton, yaitu membakar petasan dan melempar botol air mineral ke lapangan. Bahkan ulah penonton itu membuat Presiden SBY marah.
Nama-nama pelesetan di atas dimuat Je dalam status Facebook, sebagaimana warga Aceh lainnya yang kesal usai menonton penampilan Garuda pada Selasa (6/9) malam itu. Tak hanya orang Aceh, kiranya orangmanapun akan menulis di Facebook apa yang sedang dipikirkan, terutama perihal demikian yang dianggap sangat bagus diupdate dengan tujuan utama mendapat tanggapan teman-teman se-jejarang sosial itu.
Begitu diupdate, komentar dan jempol ‘like this’ segera bermunculan, seolah-olah mereka lebih suka membaca status Je daripada menonton permainan Timnas Merah Putih malam itu.
Namun yang perlu dibahas kali ini, kata Je, adalah musabab munculnya kata-kata pelesetan. Menurutnya, pelesetan itu muncul karena ada perasaan tertindas, kecewa, kesal, marah, dan sejenisnya. Pelesetan itu diciptakan seseorang atau sekelompok orang terhadap seseorang atau sekelompok orang juga terhadap suatu lembaga dan perihal. “Mari lihat contoh-contohnya,” ajak Je pada Ari cs—crew system alias sepertemanan.
KUHP, Kasih Uang Habis Perkara, dari aslinya Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Pelesetan ini lahir karena penerapan hukum di Indonesia yang terkesan tak adil. Pencuri dipenjara bertahun-tahun setelah babak belur dimassa, tapi pejabat negara korup dipenjara tak sampai setahun, karena ya, kasih uang habis perkara: sogok.
Lalu KKN, orang Aceh memelesetnya jadi Koh-Koh Naleueng (Potong-potong rumput), dari aslinya Korupsi Kolusi dan Nepotisme atau Kuliah Kerja Nyata. Itu sepertinya karena, mahasiswa Aceh kalau sudah kena Kuliah Kerja Nyata, salah satu kegiatannya adalah gotong-royong dimana di dalamnya harus memotong rumput atau disebut teumeucah.
“Ada yang lebih ekstrim?” minta Ari pada Je. Ada! Lihatlah pelesetan untuk Instituts Agama Islam Negeri (IAIN) Ar-Raniry Banda Aceh. Sebagian orang Aceh memelesetnya ‘USU’, yaitu Universitas Samping Unsyiah. Ini berdasarkan letaknya di lingkup Kopelma Darussalam, di samping Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) tepatnya. Padahal USU sesungguhnya adalah Universitas Sumatera Utara di Medan dimana anak-anak Aceh kerap dapat beasiswa kuliah di sana dan bangga kemudian.
Lalu ada pelesetan satu lagi untuk IAIN. Apa itu? Ingkar Allah Ingkar Nabi. Beberapa orang memeleset IAIN Ar-Raniry demikian karena sempat merebak isu aliran sesat masuk kampus itu, tak sekali, tapi lebih dari itu. “Wajar dong,” nilai Ari.
Masih di Aceh, tak perlu jauh-jauh, ada NAD. Dari Nanggroe Aceh Darussalam dipelesetkan Barlian AW melalui artikelnya menjadi Nanggroe ‘Aneh’ Darussalam. Ia mendapati sejarah Aceh yang punya beragam kisah-kisah aneh dan di Aceh bergelimang dengan masalah-masalah berkesan aneh.
“Ada juga untuk wartawan,” sebut Je. Bagi wartawan yang cuma nanya-nanya ketika di lapangan tapi tak menghasilkan berita untuk disiarkan, maka ia akan diberi cap yang “membanggakan”, yakni akan disapa wartawan CNN: wartawan Cuma Nanya-Nanya. Tentu akan bahagia bila ia wartawan CNN sungguhan—Cable News Network, jaringan berita kabel—yang mendunia, tapi itu justru bermakna sebaliknya.
Masih banyak sekali pelesetan lainnya yang lahir akibat perasaan yang tak berkenan di hati. “Nah, begitulah kawan, orang kita aneh-aneh. Suka sekali memelesetkan sesuatu. Sampai jumpa di AS, Aceh Selatan maksudnya,” kata Je pada Ari sambil berlalu pergi menuju gerbang kampus ‘USU’.

0 komentar:

Posting Komentar